PENGENALANPeristiwa Perang salib yang bermula pada tahun 1087-1292 Masihi selama 200 tahun dengan lebih kurang 7 siri peperangan di antara Islam dan Kristian. Beberapa peristiwa mempunyai pengaruh dalam hubungan Islam-Kristian dalam Perang Salib. Dua mitos meliputi persepsi Barat mengenai Perang Salib: pertama, kemenangan Kristen; kedua bahawa Perang Salib itu dilakukan hanya untuk pembebasan Jerusalem. Bagi banyak orang Barat, fakta-fakta khusus yang menyatakan Perang Salib hanya diketahui secara samar-samar.
Sebenarnya banyak orang tidak mengetahui siapa yang memulai peperangan itu, mengapa berperang, atau bagaimana peperangan itu ditamatkan. Bagi kaum Muslim, kenangan mengenai Perang Salib itu tetap hidup, yang merupakan contoh Kristian militan paling jelas, pertanda awal angkuh dan imperialisme Barat Kristian, kenangan yang hidup akan permusuhan awal Kristian terhadap Islam.Jika banyak orang menganggap Islam sebagai agama pedang, maka kaum Muslim selama berabad-abad telah membicarakan cita-cita dan mentaliti Tentara Salib Barat.
Kerana itu, untuk hubungan Islam-Kristen, hal itu bukan merupakan masalah mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam Perang Salib melainkan bagaimana hal-hal tersebut diingat.
PEPERANGAN SALIBPerang Salib (
Crusades), yang namanya diambil dari "Cross" (Crux dalam bahasa latin), merupakan ke lapan ekspedisi militer yang terjadi sejak abad ke-11 hingga 13 yang membuat orang-orang Kristian (tentara Kristian Franks) melawan Islam (tentara Muslim Saracens). Abad ke-11 ditandai sebagai saat yang menentukan dalam hubungan Barat dengan dunia Islam.
Hingga tahun 1000, Barat merupakan daerah miskin, termundur, dan buta huruf. Mereka mempertahankan diri dari serangan bangsa barbarian yang terjadi di darat dan di laut... Selama empat abad, Islam mengalami kedamaian dan keamanan intim, sehingga mampu membangun kebudayaan moden yang, cemerlang dan mengagumkan. Kini situasinya benar-benar berubah... Perdagangan subur kembali (di Barat), wujudnya kota dan pasar; penduduk bertambah ,seni serta ilmu pengetahuan mengalami kemajuan sedemikian rupa sejak masa Kerajaan Rom. Bangsa Barat yang bangkit dari zaman kegelapan, mengadakan penyerangan untuk mengusir umat Muslim dan Sepanyol, Italia, Sisilia, dan Mediterrania pada saat dunia Islam telah mengalami kemajuan dalam perjuangan politik dan agama.Ketika kekuatannya dikalahkan oleh tentara Abbasiyah di akhir abad ke-15, Raja Byzantium, Alexius I, yang merasa khuatir bahwa tentara Muslim akan menaluki seluruh Asia dan menduduki ibukota kerajaan Konstantinopel, memohon bantuan Barat. Ia mengimbau kepada sesama penguasa Kristian dan Paus untuk mengusir kaum Muslim dengan "berziarah" untuk membebaskan Jerusalem dan sekitarnya dari tangan pemerintah Muslim. Jerusalem adalah kota suci bagi ketiga agama berdasarkan ajaran Nabi Ibrahim. Kota tersebut menjadi rebutan oleh tentara Islam tahun 638 pada masa bangsa Arab melakukan eksplotasi dan penaklukan. Di bawah pemerintahan orang-orang Muslim, gereja dan penduduk yang beragama Kristian tidak pernah diganggu. Tempat-tempat suci dan peninggalan-peninggalan Kristian menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh orang-orang Kristian. Orang-orang Yahudi yang sejak lama dilarang tinggal di tempat itu oleh pemerintah Kristian, kini diperbolehkan kembali tinggal dan beribadah di kota Nabi Sulaiman dan Nabi Daud. Orang-orang Muslim membangun sebuah tempat ibadah, Dome of the Rock (Kubah Batu) dan Masjid Al-Aqsa dekat dengan The Wailing Wall (Tembok Ratapan), sisa-sisa terakhir Istana Sulaiman, dan menjadi tempat yang sangat khusus bagi Yahudi. Lima abad hidup berdampingan dengan damai kini porak-poranda kerana perang-perang suci yang membuat Kristian berperang melawan Islam dan akibatnya wujudnya perasaan tidak percaya serta salah faham yang tak berkesudahan.Patriach Ermite adalah paderi yang paling lantang dan bertungkus lumus
mengapi-apikan kemarahan umat Kristian. Dia asalnya seorang tentera, tapi
kemudian menjadi paderi, berwatak kepala angin dan cepat marah. Dalam
usahanya untuk menarik simpati umat Kristian, Ermite telah berkeliling
Eropah dengan mengenderai seekor kaldai sambil memikul kayu Salib besar,
berkaki ayam dan berpakaian compang camping.Dia telah berpidato di hadapan
orang ramai sama ada di dalam gereja, di jalan-jalan raya atau dipasar-pasar.Dia menceritakan sama ada benar atau bohong kisah kunjungannya
ke
Baitul Maqdis.
Katanya, dia melihat pencerobohan kesucian ke atas kubur Nabi Isa oleh
Kerajaan Turki Seljuk. Diceritakan bahawa jemaah haji Kristian telah dihina,
dizalimi dan dinista oleh orang-orang Islam di Jerussalem. Serentak dengan
itu, dia menggalakkan orang ramai agar bangkit menyertai perang untuk
membebaskan Jerussalem dari tangan orang Islam. Hasutan Ermite berhasil
dengan menggalakkan. Paus Urbanus II mengumumkan ampunan seluruh dosa bagi yang bersedia dengan suka rela mengikuti Perang Suci itu, sekalipun
sebelumnya dia merupakan seorang perompak, pembunuh, pencuri dan sebagainya. Maka keluarlah ribuan umat Kristian untuk mengikuti perang dengan memikul senjata untuk menyertai perang Suci. Mereka yang ingin mengikuti perang ini diperintahkan agar meletakkan tanda Salib di badannya, oleh kerana itulah perang ini disebut Perang Salib.
Seruan peperangan Paus -"Itulah kehendak Tuhan!"- terbukti berhasil. Paus Urbanus menetapkan tarikh 15 Ogos 1095 bagi pemberangkatan tentera
Salib menuju Timur Tengah, tapi kalangan awam sudah tidak sabar menunggu
lebih lama lagi setelah dijanjikan dengan berbagai kebebasan, kemewahan dan
habuan. Mereka mendesak Paderi Patriach Ermite agar berangkat memimpin
mereka. Maka Ermite pun berangkat dengan 60,000 orang pasukan, kemudian
disusul oleh kaum tani dari Jerman seramai 20.000, datang lagi 200,000 orang
menjadikan jumlah keseluruhannya 300,000 orang lelaki dan perempuan.
Sepanjang perjalanan, mereka di izinkan merompak, memperkosa, berzina dan
mabuk-mabuk. Setiap penduduk negeri yang dilaluinya, selalu mengalu-alukan
dan memberikan bantuan seperlunya.
Akan tetapi sesampainya di Hongaria dan Bulgaria, sambutan sangat dingin,
menyebabkan pasukan Salib yang sudah kekurangan makanan ini marah dan
merampas harta benda penduduk. Penduduk di dua negeri ini tidak berdiam diri Walau pun mereka sama-sama beragama Kristian, mereka tidak senang dan bertindak balas. Terjadilah pertempuran sengit dan pembunuhan yang
mengerikan. Dari 300,000 orang pasukan Salib itu hanya 7000 sahaja yang
selamat sampai di Semenanjung Thracia di bawah pimpinan sang Rahib.
Apabila pasukan Salib itu telah mendarat di pantai Asia kecil, pasukan kaum
Muslimin yang di pimpin oleh Sultan Kalij Arselan telah menyambutnya dengan
hayunan pedang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kaum Salib dengan
pasukan Islam yang berakhir dengan hancur binasanya seluruh pasukan Salib
itu.
Setelah kaum Salib yang dipimpin oleh para Rahib yang tidak tahu strategi
perang itu musnah sama sekali, muncullah pasukan Salib yang dipimpin oleh
anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Mereka berkumpul di Konstantinopel dengan kekuatan 150,000 askar, kemudian menyeberang selat Bosfur dan melanggar wliayah Islam bagaikan air bah. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 50,000 orang bertahan mati-matian di bawah pimpinan Sultan Kalij Arselan.
Satu persatu kota dan benteng kaum Muslimin jatuh ke tangan kaum Salib,
memaksa Kalij Arselan berundur dari satu benteng ke benteng yang lain sambil
menyusun kekuatan dan taktik baru. Bala bantuan kaum Salib datang
mencurah-curah dari negara-negara Eropah. Sedangkan Kalij Arselan tidak
dapat mengharapkan bantuan dari wilayah-wilayah Islam yang lain, kerana
mereka sibuk dengan kemelut dalaman masing-masing.
Setelah berlaku pertempuran sekian lama, akhirnya kaum Salib dapat mara dan
mengepung Baitulmaqdis, tapi penduduk kota Suci itu tidak mahu menyerah
kalah begitu saja. Mereka telah berjuang dengan jiwa raga mempertahankan
kota Suci itu selama satu bulan. Akhirnya pada 15 Julai 1099, Baitul Maqdis
jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita mereka.
KEGANASAN KRISTIANBerlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat
manusia. Kaum kafir Kristian itu telah menyembelih penduduk awam Islam
lelaki, perempuan dan kanak-kanak dengan sangat ganasnya. Mereka juga
membantai orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristian yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib Kristian yang sangat melampau itu telah dikutuk dan diperkatakan oleh para saksi dan penulis sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan bangsa.
Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: "Pada saat penaklukan
Jerussalem oleh orang Kristian tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di
jalan-jalan dan di rumah-rumah. Jerussalem tidak punya tempat lagi bagi
orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang cuba mengelak dari kematian
dengan cara menghendap-hendap dari benteng, yang lain berkerumun di istana
dan berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di masjid-masjid.
Namun mereka tetap tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran
orang-orang Kristian itu.
Tentera Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam
cuba mempertahankan diri selama beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang mengerikan yang menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan
kaveleri lari tunggang langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara
yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan kematian.
Orang-orang yang menang itu memijak-mijak tumpukan mayat ketika mereka lari
mengejar orang yang cuba menyelamatkan diri dengan sia-sia.
Raymond d'Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya
sendiri mengatakan: "Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan
darah dalamnya mencecah lutut dan mencapai tali kekang kuda."
Aksi pembantaian hanya berhenti beberapa saat saja, yakni ketika pasukan
Salib itu berkumpul untuk menyatakan kesyukuran di atas kemenangan mereka.
Tapi sebaik saja upacara itu selesai, pembantaian diteruskan dengan lebih
ganas lagi.
Seterusnya Michaud berkata: "Semua yang tertangkap yang disisakan dari
pembantaian pertama, semua yang telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan kejam. Orang-orang Islam itu dipaksa terjun dari puncak
menara dan bumbung-bumbung rumah, mereka dibakar hidup -hidup , diheret
dari tempat persembunyian bawah tanah, diheret ke hadapan umum dan
dikurbankan di tiang gantungan.
Air mata wanita, tangisan kanak-kanak, begitu juga pemandangan dari tempat Yesus Kristus memberikan ampun kepada para algojonya, sama sekali tidak dapat meredhakan nafsu membunuh orang-orang yang menang itu. Penyembelihan itu berlangsung selama seminggu. Beberapa orang yang berhasil melarikan diri, dimusnahkan atau dikurangkan bilangannya dengan perhambaan atau kerja paksa yang mengerikan."
Gustav Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Kristian
sebagaimana kata-katanya: "Kaum Salib kita yang "bertakwa" itu tidak memadai
dengan melakukan berbagai bentuk kezaliman, kerosakan dan penganiayaan,
mereka kemudian mengadakan suatu mesyuarat yang memutuskan supaya dibunuh saja semua penduduk Baitul Maqdis yang terdiri dari kaum Muslimin dan bangsa Yahudi serta orang-orang Kristian yang tidak memberikan pertolongan kepada mereka yang jumlah mencapai 60,000 orang. Orang-orang itu telah dibunuhsemua dalam masa 8 hari saja termasuk perempuan, kanak-kanak dan orang tua,tidak seorang pun yang terkecuali.
Ahli sejarah Kristian yang lain, Mill, mengatakan: "Ketika itu diputuskan
bahawa rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan terhadap kaum Muslimin.
Orang-orang yang kalah itu diheret ke tempat-tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang menyusu, anak-anak gadis dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang, jalan-jalan, bahkan tempat-tempat yang tidak berpenghuni di Jerusssalem ditaburi oleh mayat-mayat wanita dan
lelaki, dan tubuh kanak-kanak yang koyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur
dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa
mengerikan itu."
KEBANGKITAN ISLAMDalam keadaan terpecah-pecah, reaksi kaum Muslim yang pertama tidak efektif; tentara Salib yang pertama mencapai Jerusalem dan merebutnya pada tahun 1099. Namun keberhasilan kaum Kristen tidak berlangsung lama: "Para pejuang Salib lebih merupakan gangguan daripada ancaman serius bagi dunia Islam
Pada pertengahan abad ke-12, pasukan Islam menanggapi secara efektif. Di bawah kepemimpinan Saladin yang digagumi (Shalah Al-Din, wafat 1193), salah seorang jenderal dan pemerintah Muslim paling terkenal, Jerusalem direbut kembali pada tahun 1187. Keadaan berubah dan momentumnya tetap berada di tangan pasukan kaum Muslim. Pada abad ke-13, Perang Salib telah berubah menjadi perang saudara Kristian, perang melawan musuh-musuh yang oleh Paus dikatakan sebagai sesat. Akhirnya, sesuatu yang ditakutkan yang telah menimbulkan perang suci Kristian itu, dengan seruannya agar kaum Kristian bersatu untuk merebut kekuasaan kaum Muslim, terjadi pada tahun 1453 ketika ibukota Byzantium, Konstantinopel, jatuh dan diberi nama baru, Istanbul, yang kemudian diduduki Kerajaan Uthmaniah . Impian penguasa dan tentara Muslim yang muncul sejak abad ketujuh menjadi kenyataan. Sebaliknya, ketakutan kaum Kristian dan ancaman Islam yang kuat dan terus-menerus makin meluas sampai ke Eropah Timur, yang sebagian besarnya dikuasai Kerajaan Uthmaniah.
PENUTUPWarisan Perang Salib ini tergantung pada tempat seseorang berpijak dalam sejarah. Kaum Kristian dan Muslim bersaing dalam visi dan kepentingan serta masing-masing senantiasa ingat pada komitmennya terhadap agama, dan kisah-kisah kepahlawanan melawan kaum "kafir." Bagi banyak orang di Barat, dugaan mengenai kemenangan Kristian didasarkan pada sejarah yang diromantiskan untuk merayakan kepahlawanan pejuang Salib dan juga kecenderungan untuk menginterpretasikan sejarah melalui pengalaman kolonialisme Eropah dari kekuasaan Amerika selama dua abad yang baru lalu ini. Masing-masing agama melihat satu sama lain sebagai militan, agak barbaris dan fanatik, cenderung menjajah, mengubah atau memusnahkan yang lainnya, dan itulah suatu halangan dan ancaman bagi terealisasikannya kehendak Allah. Pertentangan mereka berlanjut terus selama masa Uthmaniah, melalui arus kolonialisme Eropah dan akhirnya ke dalam persaingan negara-negara pada abad ke-20.
Nukilan,
Shahril